BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesisir
merupakan wilayah daratan dan wilayah laut yang bertemu di garis pantai dimana
wilayah daratan mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang
dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan
ilustrasi air laut. Sedangkan wilayah laut
mencangkup perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti
sediementasi dan aliran air tawar ke laut serta perairan yang dipengaruhi oleh
kegiatan manusia didarat (Bengen, 2000). Pantai dan laut dikenal memilki
kehidupan biota yang sangat beraneka ragam. Dari jenis pantainya, kehidupan
biota pantai bisa dibagi menjadi dua, yakni habitat pantai berpasir dan habitat
pantai berbatu. Wilayah pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem
yang unik, saling terkait, dinamis, dan produktif. Pantai Balekambang kabupaten
Malang merupakan salah satu objek wisata pesisir di Jawa Timur. Pantai
Balekambang sebagai salah satu ekosistem pantai yang mempunyai substrat
bervariasai seperti pasir dan hamparan terumbu karang. Vegetasi rumput laut juga dapat
ditemukan di pantai ini. Wilayah pesisir pantai pada umumnya kaya akan
keanekaragaman jenis biota laut termasuk moluska.
Moluska merupakan salah satu filum hewan
invertebrata dari kingdom Animalia. Penyebaran moluska dari sektor Antartika
dan sub-Antartika samudera selatan cukup baik. Ada sekitar 1.200 moluska yang
telah teridentifikasi, yang didominasi oleh gastropoda dan bivalvia (Lience
dkk, 2006). Filum moluska terdiri atas delapan kelas yaitu Caudofoveata,
Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Cephalopoda, Scaphopoda, Gastropoda,
dan bivalvia (Brusca & Brusca, 1990). Dua kelas terbesar dari filum moluska
adalah Gastropoda dan Bivalvia (Dharma, 1992). Moluska dalam dunia hewan
merupakan filum terbesar kedua setelah Arthropoda. Jumlah spesiesnya yaitu
sekitar 50.000-110.000 spesies yang masih hidup dan 35.000 spesies fosil (Pechenik,
2000). Moluska dapat dijumpai mulai dari daerah pantai hingga laut dalam,
selain itu juga dapat di temui pada daerah yang mempunyai terumbu karang. Sebagian
membenamkan diri dalam sedimen, dan beberapa menempel pada tumbuhan laut. Moluska
dapat hidup pada berbagai substrat, baik substrat berpasir, berbatu, dan
berlumpur. Selain itu, moluska juga memiliki daya adaptasi tinggi terhadap
tempat dan cuaca (Cappenberg dkk 2006).
Gastropoda merupakan salah satu moluska yang
banyak ditemukan di berbagai substrat, hal ini diduga karena Gastropoda
memiliki kemampuan adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang
lain baik di substrat yang keras maupun lunak (Turra & Denadai, 2006). Kelas
Gastropoda umumnya lebih dikenal dengan sebutan siput atau keong. Gastropoda
memiliki bentuk dan ukuran tubuh yang sangat bervariasi. Bentuk cangkang
tunggal berulir, kepala yang berkembang baik, dilengkapi tentakel dan mata. Kaki
lebar dan berotot untuk merayap dan mendukung massa viseral (Pechenik 2000).
Kelas Bivalvia memiliki 15.000 spesies. Bivalvia tidak dapat hidup di wilayah
daratan. Bivalvia tidak memiliki kepala dan radula, memiliki dua keping
cangkang yang berhubungan di bagian dorsal. Kaki berbentuk kapak digunakan
untuk menggali (Pechenik, 2000).
Peranan penting moluska bagi lingkungan
perairan yaitu sebagai bioindikator kesehatan lingkungan dan kualitas perairan
serta sumber makanan bagi hewan lain. Bagi manusia, manfaat yang didapat diantaranya
sebagai sumber protein, obat-obatan, bahan industri dan perhiasan, pakan ternak
serta pupuk (Dharma, 1988). Kualitas ekosistem perairan dipengaruhi oleh
berbagai fator lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang
berpengaruh diantaranya adalah produsen sebagai sumber makanan dan adanya
predator. Sedangkan faktor abiotik dalah fisika kimia air diantaranya suhu, pH,
salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia
(COD), serta substrat hidup.
Tingginya aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lingkungan perairan pantai dapat mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan perairan tersebut. Hal ini terjadi jika lajur pengeluaran bahan
bahan pencemaran melebihi kapasitas pemulihan dari ekosistem perairan
(Setyobudiandi dkk, 1996). Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi
mengenai keanekaragaman moluska di pantai Balekambang. Hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran mengenai kondisi
perairan di pantai Balekambang melalui gambaran kualitas biologis perairan.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah yang dikaji
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Keanekaragaman Moluska pada Pantai
Balekambang Kabupaten Malang”.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas penelitian ini memiliki beberapa
tujuan yaitu:
1.3.1
Bidang
Pendidikan
Mahasiswa-mahasiswi dapat memperoleh ilmu pengetahuan mengenai
keanekaragam moluska di pantai Balekambang Kabupaten Malang.
1.3.2
Bidang
Penelitian
Mahasiswa-mahasiswi diharapkan mampu memberikan bebragai informasi tentang
keanekaragam moluska pada pantai
Balekambang Kabupaten Malang.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat
diantaranya:
1.4.1
Secara
Teoritis
Menambah informasi keilmuan dalam bidang biologi khususnya keanekaragaman
moluska pada pantai Balekambang kabupaten Malang.
1.4.2
Secara
Praktis
1.4.1.1 Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan tentang
keanekaragaman moluska pada pantai Balekambang kabupaten Malang.
1.4.1.2 Bagi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dapat di jadikan acuan bahwa pantai Balekambang Kabupaten
Malang memiliki keanekaragaman biota laut yaitu Moluska yang harus dijaga
kelestariannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu molluscus
yang artinya lunak. Filum Mollusca adalah kelompok hewan inveterbrata yang
memiliki tubuh lunak dan berlendir.
2.2 Karakteristik
Moluska
Moluska adalah anggota dari filum sangat
besar dan beragam. Filum yang banyak di temukan yaitu kelas gastropoda, kelas
bivalvia, dan kelas cephalopoda. Dan filum yang jarang di temukan yaitu kelas
polyplacophora dan kelas scaphopoda. Moluska merupakan hewan lunak yang tidak
memiliki ruas. Tubuh hewan ini tripoblastik (mempunyai 3 lapisan) yaitu, ektoderm
(lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (lapisan dalam).
Tubuhnya dilindungi oleh cangkang yang keras
dan tersusun atas mineral, fosfat, besi, yodium, protein dan kalsium. Moluska
terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
1.
Kaki
Perpanjangan/penjuluran dari bagian Ventral tubuh yang berotot. Kaki
berfungsi untuk bergerak. Pada sebagian moluska kaki telah termodifikasi
menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap.
2.
Massa
Viseral
Masa viseral adalah bagian tubuh yang lunak dari moluska. Di dalam masa
viseral terdapat organ-organ seperti organ pencernaan, ekskresi, dan
reproduksi. Massa viseral dilindungi oleh mantel.
3.
Mantel
Mantel adalah jaringan tebal yang melindungi massa viseral. Mantel
membentuk suatu rongga yang disebut rongga mantel. Di dalam rongga mantel
berisikan cairan. Cairan tersebut adalah tempat lubang insang, lubang ekskresi
dan anus.
2.3 Ciri-ciri
Moluska
1.
Merupakan
hewan multiseluler yang tidak memiliki tulang belakang.
2.
Habitatnya
di air dan di darat.
3.
Merupakan
hewan tripoblastik selomata.
4.
Memilki
struktur tubuh bilateral.
5.
Tubuh
terdiri dari kaki, masa viseral, dan mantel.
6.
Memiliki
sistem syaraf berupa cincin.
7.
Organ
sekresi berupa nefridia.
8.
Memiliki
radula (lidah bergigi).
9.
Hidup
secara heterof.
10. Reproduksi secara seksual.
2.4 Klasifikasi
Moluska
Berdasarkan bidang simetri, kaki, cangkok,
mantel, insang dan system sayaraf,
Moluska terdiri atas lima kelas, yaitu:
1.
Kelas
Gastropoda
Gastropoda merupakan kelas moluska yang terbesar. Sebagian besar
gastropoda mempunyai cangkok (rumah) dan berbentuk kerucut terpilin (spiral).
Adapula gastropoda yang tubuhnya tidak memiliki cangkok, yang disebut vaginula.
Gastropoda dapat hidup dilaut dan didarat. Bagi yang hidup didarat bernafas
dengan paru-paru, sedangkan yang hidup di laut menggunakan insang. Gastropoda
memilki alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung atau disebut juga
ovotestes. Gastropoda adalah hewan hemafrodit
, tetapi tidak mampu melakukan autofertilisasi. Alat ekskresi berupa sebuah
ginjal yang terletak dekat jantung. Hasil ekskresi dikeluarkan kedalam rongga
mantel. Sistem peredaran darah adalah sistem peredaran darah terbuka. Jantung terdiri
dari serambi dan bilik (ventrikel) yang terletak dalam rongga tubuh.
2.
Kelas
Bivalvia
Kelas pelecypoda disebut juga dengan Bivalvia atau Lamellibrankhiata.
Bivalvia atau pelecypoda adalah moluska yang memiliki dua cangkang. Dua
cangkang tersebut dapat terkunci seperti engsel sehingga dapat terbuka atau
tertutup dengan bantuan beberpa otot yang besar. Pelecypoda memiliki arti kata
“kaki berbentuk kapak”. Habitatnya bermacam-macam dapat hidup pada air tawar,
dasar laut, danau, kolam, ataupun pada sungai. Contohnya yaitu remis, tiram dan
kijing. Pada bivalvia insangnya
berbentuk lembaran-lembaran yang disebut Lamellibrankhiata. Ukuran
insangnya sangat besar dan sebagian besar spesises dianggap memiliki fungsi
tambahan yaitu sebagai tempat pengumpul
makanan.
3.
Kelas
Polyplacophora
Polyplacophora merupakan kelas dari hewan tak bertulang belakang. Contohnya
adalah Chiton sp. Hewan ini memiliki struktur yang sesuai untuk melekat pada
batu karang. Habitatnya pada pada pantai, dan pada laut yang memilki kedalaman
sedang. Hewan ini memakan rumput laut dan mikroorganisme pada batu karang.
Bentuk tubuhnya bulat, pipih dan simetris bilateral. Pada mata terdapat
tentakel dan memilki lidah parut (radula).
4.
Kelas
Schapopoda
Schapopoda adalah kelas terkecil dari moluska. Hewan ini hanya hidup di
laut dan pantai yang berlumpur. Cangkangnya tajam berbentuk silinder, taring
atau terompet yang kedua ujungnya terbuka. Warna yang sering ditemukan adala
putih-coklat atau putih-hijau. Panjang tubuhnya sekitar 2mm-15cm. Schapopoda
tidak memilki insang , jantung, serta pembuluh darah. Hewan ini memilki jenis
kelamin yang terpisah, baik yang jantang maupun betina. Sperma dan sel telur
langsung dilepaskan kedalam air dan apabila bertemu maka terjadilah
fertilisasi. Schapopoda ini memiliki lebih dari 350 spesies dan habitatnya
mulai dari laut dangkal sampai laut dalam sekitar 200 meter dari permukaan
laut.
5.
Kelas Cephalopoda
Cephalopoda dalam bahasa yunani mengandung 2 kata yaitu kephale yang
artinya kepala dan podos yang berarti kaki. Cephalopoda merupakan kelas dari
phylum moluska yang memilki gerak di bagian kepala. Kelas ini merupakan kelas
dengan evolusi tertinggi di antara kelas lain di moluska. Tubuh simetri
bilateral dengan kaki yang terbagi menjadi lengan-lengan yang dilengkapi alat
penghisap dan system saraf yang berkembang baik berpusat di kepala. Kelompok
ini memiliki badan lunak dan tidak memiliki cangkang tebal seperti kelas
lainnya (Romimohtarto, 2007).
BAB
III
Metode
Penelitan
3.1 Waktu
dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2017
pada pukul 09.00 -15.00 diawali dengan tahap pengambilan sampel moluska di
pantai Balekambang Kecamatan Bantur kabupaten Malang.
3.2 Bahan
dan Alat
Pengambilan sampel menggunakan metode transek. pada
penelitian ini adalah spesimen moluska
untuk diidentifikasi dan air laut untuk analisis kualitas air. Bahan untuk mengawetkan
moluska digunakan formalin dan menggunakan alkohol 90%. Alat yang digunakan
dalam penelitian adalah kerangka kuadrat/plot ukuran 1m x 1m, serok, label,
ember, kantong plastik.
3.3 Penentuan Stasiun
Penentuan stasiun pengambilan sampel
dilakukan berdasarkan hasil survei lapangan. Lokasi pengambilan sampel dibagi
menjadi 3 stasiun yaitu . Stasiun 1 merupakan lokasi pantai berpasir. Stasiun 2
merupakan lokasi pantai berkarang. Stasiun 3 merupakan daerah muara.
3.3 Pengambilan
Sampel Moluska
Pengambilan sampel moluska dilakukan secara
acak pada 3 stasiun dengan metode kuadrat (Krebs, 1980). Pada setiap stasiun
dilakukan 10 kali penentuan kuatdrat sehingga pada masing-masing stasiun
terdapat 10 titik pengambilan sampel. Semua moluska khususnya Bivalvia dan
Gastropoda yang terdapat di dalam kuadrat diambil, kemudian diawetkan dalam
alkohol 90%, khusus kelas Cephalopoda tidak masuk dalam penelitian ini
dikarenakan kelas tersebut tidak sesuai dengan pengambilan sampel yang
digunakan.
3.4 Analisis
Data
1.
Indeks
Nilai Penting (INP)
Jumlah dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi relatif (FR) dinyatakan
sebagai Indeks Nilai Penting (INP).
INP = Kerapatn
Relatif + Frekuensi Relatif
2.
Kepadatan
Moluska
Kepadatan
adalah jumlah individu per satuan luas area. Rumus untuk menghitung kepadatan
individu adalah sebagai berikut :
Keterangan:
D =
kepadatan moluska (ind./m²)
Ni =
jumlah individu spesies moluska
A =
luas total (m²)
3.
Keanekaragaman
Keanekaragaman jenis disebut juga
keheterogenan jenis, indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam
suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per
individu per spesies, indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan indeks
Shannon-Wiener (Magurran 1987) dengan persamaan:
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman
Pi = ni/
N
ni = jumlah individu spesies
ke-i
N = jumlah individu total
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs
1989) adalah:
H’ ≤ 3,32 :
keanekaragaman rendah
3,32
H’ ≥ 9,97 :
keanekaragaman tinggi
4.
Keseragaman
Perbandingan keanekaragaman dengan
keanekaragaman maksimum dinyatakan sebagai keseragaman komunitas. Indeks
keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas. Indeks keresagaman (Magurran 1987), yaitu:
Keterangan:
E : indeks
keseragaman
H’ : indeks keanekaragaman
S : jumlah spesies
5.
Dominasi
Dominasi spesies tertentu dapat diketahui
dengan menggunakan indeks dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:
Keterangan:
C = indeks dominasi
Pi = ni/N
6.
Pengelompokan
Habitat
Indeks similaritas Sorensen (Cox 20 digunakan
untuk membandingkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kesamaan antar spesies.
Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
Is = indeks similaritas Sorensen
A = jumlah jenis pada stasiun A
B = jumlah jenis pada stasiun B
W = jumlah jenis yang sama pada
kedua stasiu
DAFTAR PUSTAKA
Alerts G, Santika ss. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional.
Arbi, U, Y. 2011. Struktur Komunitas Moluska Di Padang Lamun Perairan Pulau Talise.
Sulawesi Utara: Jurnal Oseanolgidan
Limnologi di Indonesia, 37 (1).
Arnold, P.W. and R.A. Birtles, 1989. Soft sediment marine invertebrates of
Southeast Asia and Australia: A Gride to identification. Australian
Institute of Marine Science. Townsville.272 pp.
Arsana, I, N. 2010. Struktur Populasi Kepiting Uca triangularis di Pantai
Serangan Bali. Jurnal Widya Biologi. 1(1):18-25.
Barnes RD. 1987. Invertebrata Zoology 5thn Ed. W. B. Sauders Company. Philadelpia.
Proc. Malae. Soc. London 41: 589-600.
Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratoty Method for General Ecology. 151-169. Wm. C
Brown Publishing Dubuque. Lowa.
Brusca RC, Brusca GJ. 1990. Invertebrates. Sinaeur Ass, Inc. Publ.
Sunderland, Massachusetts.
Cappenberg HAW, Panggabean MG. 2005. Moluska
di perairan gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. J Olidi 7:69-80.
Cappenberg, H. A. W., A. Aznam dan I.
Aswandy. 2006. Komunitas Moluska Di Perairan Teluk Gilimanuk, Bali Barat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia,
No 40: 53-64.
Cox GW. 2002. General Ecology Laboratory Manual 8th Ed. USA: The McGraw-Hill
Companies.
Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I. Jakarta: Sarana Graha.
Dharma B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia II. Jakarta: Sarana Graha.
Dharma B. 2005. Recent and Fossil Indonesia Shell. Jakarta: PT Ikrar Mandiri abadi.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia Indonesian Shell. Jakarta: PT. Sarana
Graha.
Dharma, B.1992. Siput dan Kerang Indonesia Indonesian Shell II. Jakarta: PT. Sarana
Graha.
Dittman S. 1990. Mussel Beds-Amensalism or Amelioration For Interdal Fauna.
Helgolander Meeresunters 44: 335-352.
Duhuri, R. 2006. Kumpulan Koleksi Bivalvia. Jakarta: Pusat Penelitian Kelautan.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : KANISIUS.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994.
Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australia: ASEAN-Australia Marine Project.
Heath AG. 1987. Water Polution and Fish Physiology. Florida: CRC Press.
Heddy S, M Kurniati. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Hibberd, ty and Kirrily Moore. 2009. Field Identification Guide to Heard Island.
Australia: Australian Antartic Division.
Jasin, M. 1984. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya.
Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/1/1998, http://www.iipsonline.com/KEP_MLH_02_1988_IND.html. (19 Sep 2008).
Kimball, J.W. 1999. Biologi Jilid III Edisi V. Jakarta: Erlangga.
Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology. London: Harper and Row publishers.
Laudien J, Brey T, dan WE Amtz, 200. Population structure, growth and production
of the surf clam Donax serra (Bivalvia, Donacidae) on two Namibian Sandy Beach.
Estuarine, Coastal and Shelf Science 58: 105-115.
Maguran AE. 1987. Ecologycal Diversity and Its Measurenent. New Jersey: Princeton
University Press.
Marshall, A. J. 1972. Textbooks of Zoology Invertebrata. London: The Macmillan Press LTD.
Martinez, A. S., L.F. Mendes, T. S. Leite.
2012. Spatial Distrinution Of Epibenthic Molluscs on a Sandstone Reef in the
Northeast of Brazil. Braz, Journal
Biology,72(2):287-298.
Mclachlan, A. And A.C. Brown. 2006. The Ecology of Sandy Shore. USA:
Elsevier Inc.
Mudjiono. 2002. Komunitas Moluska (Keong dan
Kerang) di Rataan Terumbu Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Perairan Sulawesi dan Sekitarnya, biologi,
lingkungan dan oseanografi: 75-82.
Mudjiono. 2009. Telaah Komunitas Moluska d
Rataan Terumbu Perairan Kepulauan Natula Besar, Kabupaten Natula. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia,
35(2):151-166.
Natan, Y. Dan P. A. Uneputty. 2010. Stuktur
Komunitas dan Sebaran Spasial Moluska Pada Ekosistem Mangrove Passo, Teluk
Ambon Bagian Dalam. Jurnal Ichthyos, 9(2):69-75.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M et al.,
penerjemah; Jakarta: PT Gramedia. Terjemahan dari Marine Biology: An Ecologycal
Approach.
Pechenik JA. 2000. Biology of The Invertebrates. 4th Ed. New York: McGraw-Hill Book
Company, Inc.
Pratiwi, Sri Maryati, Srikini, Suharno,
Bambang S. 2007. Biologi SMA Jilid 1
untuk Kelas X Berdasarkan Standar isi 2006. Jakarta: Erlangga.
Romimohtarto, K. 2007. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.
Setyobudiandi I, Bengen DG, Damar A. 1996.
Keanekaragaman dan distribusi makrozoobentos di perairan teluk Cilegon. J ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia IV(2):49-64.
Setyobudiandi, I., F. Yulianda., U. Juariah.,
S. L. Abukena., N.M Amiluddin dan Bahtiar. 2010. Gastropoda Dan Bivalvia. Stp Hatta-Sjahrir Banda Naira.
Setyono, D. E. D.2006. Karakteristik Biologi
dan Produk Kekerangan Laut. Jurnal Oseana,
31(1):1 1-7.
Sugiri, N. 1989. Zoologi Avertebrata II: Bogor. IPB.
Taringan, M. S. dan Edward. 2003. Kandungan
Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspensi Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi
Tenggara. Makara Sains, 7(9):
109-119.
Taylor JD. 1971. Reef associated mollusan
assemblage in the western Indian Ocean. Symposium
of Zoological Society of London 28: 510-534.
Turra, A. and M.R. Denadai. 2006.
Microhabitat Use By Two Rocky Shore GastropodsIn An Intertidal Sandy Substrate
With Rocy Fragments. Brazil. Journal
Biology, 351-355.
Verlecar, X. N., N. Pereira, S.R. Desai, K.
B. Jena, and Snigdha. 2006. Marine Pollution Detection Through Biomarkers In
Marine Bivalves. Current Science,
91(9): 1153-1157p.
Wouthuyzen S, Sapulete D. 1994. Keadaan
wilayah pesisir di Teluk Kotania, Seram Barat pada masa lalu dan sekarang:
suatu tinjauan. J Perairan Maluku dan sekitarnya 7: 1-18.