Keanekaragaman Moluska Dipantai Balekambang Kecamatan Bantur kabupaten Malang (Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Sampling)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pesisir merupakan wilayah daratan dan wilayah laut yang bertemu di garis pantai dimana wilayah daratan mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan ilustrasi air laut. Sedangkan wilayah  laut mencangkup perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti sediementasi dan aliran air tawar ke laut serta perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia didarat (Bengen, 2000). Pantai dan laut dikenal memilki kehidupan biota yang sangat beraneka ragam. Dari jenis pantainya, kehidupan biota pantai bisa dibagi menjadi dua, yakni habitat pantai berpasir dan habitat pantai berbatu. Wilayah pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem yang unik, saling terkait, dinamis, dan produktif. Pantai Balekambang kabupaten Malang merupakan salah satu objek wisata pesisir di Jawa Timur. Pantai Balekambang sebagai salah satu ekosistem pantai yang mempunyai substrat bervariasai seperti pasir dan hamparan terumbu  karang. Vegetasi rumput laut juga dapat ditemukan di pantai ini. Wilayah pesisir pantai pada umumnya kaya akan keanekaragaman jenis biota laut termasuk moluska.
Moluska merupakan salah satu filum hewan invertebrata dari kingdom Animalia. Penyebaran moluska dari sektor Antartika dan sub-Antartika samudera selatan cukup baik. Ada sekitar 1.200 moluska yang telah teridentifikasi, yang didominasi oleh gastropoda dan bivalvia (Lience dkk, 2006). Filum moluska terdiri atas delapan kelas yaitu Caudofoveata, Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Cephalopoda, Scaphopoda, Gastropoda, dan bivalvia (Brusca & Brusca, 1990). Dua kelas terbesar dari filum moluska adalah Gastropoda dan Bivalvia (Dharma, 1992). Moluska dalam dunia hewan merupakan filum terbesar kedua setelah Arthropoda. Jumlah spesiesnya yaitu sekitar 50.000-110.000 spesies yang masih hidup dan 35.000 spesies fosil (Pechenik, 2000). Moluska dapat dijumpai mulai dari daerah pantai hingga laut dalam, selain itu juga dapat di temui pada daerah yang mempunyai terumbu karang. Sebagian membenamkan diri dalam sedimen, dan beberapa menempel pada tumbuhan laut. Moluska dapat hidup pada berbagai substrat, baik substrat berpasir, berbatu, dan berlumpur. Selain itu, moluska juga memiliki daya adaptasi tinggi terhadap tempat dan cuaca (Cappenberg dkk 2006).
Gastropoda merupakan salah satu moluska yang banyak ditemukan di berbagai substrat, hal ini diduga karena Gastropoda memiliki kemampuan adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain baik di substrat yang keras maupun lunak (Turra & Denadai, 2006). Kelas Gastropoda umumnya lebih dikenal dengan sebutan siput atau keong. Gastropoda memiliki bentuk dan ukuran tubuh yang sangat bervariasi. Bentuk cangkang tunggal berulir, kepala yang berkembang baik, dilengkapi tentakel dan mata. Kaki lebar dan berotot untuk merayap dan mendukung massa viseral (Pechenik 2000). Kelas Bivalvia memiliki 15.000 spesies. Bivalvia tidak dapat hidup di wilayah daratan. Bivalvia tidak memiliki kepala dan radula, memiliki dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal. Kaki berbentuk kapak digunakan untuk menggali (Pechenik, 2000).
Peranan penting moluska bagi lingkungan perairan yaitu sebagai bioindikator kesehatan lingkungan dan kualitas perairan serta sumber makanan bagi hewan lain. Bagi manusia, manfaat yang didapat diantaranya sebagai sumber protein, obat-obatan, bahan industri dan perhiasan, pakan ternak serta pupuk (Dharma, 1988). Kualitas ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai fator lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen sebagai sumber makanan dan adanya predator. Sedangkan faktor abiotik dalah fisika kimia air diantaranya suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta substrat hidup.
Tingginya aktivitas manusia dalam memanfaatkan lingkungan perairan pantai dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan tersebut. Hal ini terjadi jika lajur pengeluaran bahan bahan pencemaran melebihi kapasitas pemulihan dari ekosistem perairan (Setyobudiandi dkk, 1996). Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai keanekaragaman moluska di pantai Balekambang. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran mengenai kondisi perairan di pantai Balekambang melalui gambaran kualitas biologis perairan.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Keanekaragaman Moluska pada Pantai Balekambang Kabupaten Malang”.

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu:
1.3.1        Bidang Pendidikan
Mahasiswa-mahasiswi dapat memperoleh ilmu pengetahuan mengenai keanekaragam moluska di pantai Balekambang Kabupaten Malang.
1.3.2        Bidang Penelitian
Mahasiswa-mahasiswi diharapkan  mampu memberikan bebragai informasi tentang keanekaragam  moluska pada pantai Balekambang Kabupaten Malang.

1.4  Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya:
1.4.1        Secara Teoritis
Menambah informasi keilmuan dalam bidang biologi khususnya keanekaragaman moluska pada pantai Balekambang kabupaten Malang.
1.4.2        Secara Praktis
1.4.1.1  Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan tentang keanekaragaman moluska pada pantai Balekambang kabupaten Malang.
1.4.1.2  Bagi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dapat di jadikan acuan bahwa pantai Balekambang Kabupaten Malang memiliki keanekaragaman biota laut yaitu Moluska yang harus dijaga kelestariannya.  


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu molluscus yang artinya lunak. Filum Mollusca adalah kelompok hewan inveterbrata yang memiliki tubuh lunak dan berlendir.

2.2 Karakteristik Moluska
Moluska adalah anggota dari filum sangat besar dan beragam. Filum yang banyak di temukan yaitu kelas gastropoda, kelas bivalvia, dan kelas cephalopoda. Dan filum yang jarang di temukan yaitu kelas polyplacophora dan kelas scaphopoda. Moluska merupakan hewan lunak yang tidak memiliki ruas. Tubuh hewan ini tripoblastik (mempunyai 3 lapisan) yaitu, ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (lapisan dalam).
Tubuhnya dilindungi oleh cangkang yang keras dan tersusun atas mineral, fosfat, besi, yodium, protein dan kalsium. Moluska terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
1.      Kaki
Perpanjangan/penjuluran dari bagian Ventral tubuh yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak. Pada sebagian moluska kaki telah termodifikasi menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap.
2.      Massa Viseral
Masa viseral adalah bagian tubuh yang lunak dari moluska. Di dalam masa viseral terdapat organ-organ seperti organ pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Massa viseral dilindungi oleh mantel.
3.      Mantel
Mantel adalah jaringan tebal yang melindungi massa viseral. Mantel membentuk suatu rongga yang disebut rongga mantel. Di dalam rongga mantel berisikan cairan. Cairan tersebut adalah tempat lubang insang, lubang ekskresi dan anus.



2.3 Ciri-ciri Moluska
1.      Merupakan hewan multiseluler yang tidak memiliki tulang belakang.
2.      Habitatnya di air dan di darat.
3.      Merupakan hewan tripoblastik selomata.
4.      Memilki struktur tubuh bilateral.
5.      Tubuh terdiri dari kaki, masa viseral, dan mantel.
6.      Memiliki sistem syaraf berupa cincin.
7.      Organ sekresi berupa nefridia.
8.      Memiliki radula (lidah bergigi).
9.      Hidup secara heterof.
10.  Reproduksi secara seksual.

2.4 Klasifikasi Moluska
Berdasarkan bidang simetri, kaki, cangkok, mantel, insang dan system  sayaraf, Moluska terdiri atas lima kelas, yaitu:
1.      Kelas Gastropoda
Gastropoda merupakan kelas moluska yang terbesar. Sebagian besar gastropoda mempunyai cangkok (rumah) dan berbentuk kerucut terpilin (spiral). Adapula gastropoda yang tubuhnya tidak memiliki cangkok, yang disebut vaginula. Gastropoda dapat hidup dilaut dan didarat. Bagi yang hidup didarat bernafas dengan paru-paru, sedangkan yang hidup di laut menggunakan insang. Gastropoda memilki alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung atau disebut juga ovotestes. Gastropoda adalah hewan hemafrodit , tetapi tidak mampu melakukan autofertilisasi. Alat ekskresi berupa sebuah ginjal yang terletak dekat jantung. Hasil ekskresi dikeluarkan kedalam rongga mantel. Sistem peredaran darah adalah sistem peredaran darah terbuka. Jantung terdiri dari serambi dan bilik (ventrikel) yang terletak dalam rongga tubuh.
2.      Kelas Bivalvia
Kelas pelecypoda disebut juga dengan Bivalvia atau Lamellibrankhiata. Bivalvia atau pelecypoda adalah moluska yang memiliki dua cangkang. Dua cangkang tersebut dapat terkunci seperti engsel sehingga dapat terbuka atau tertutup dengan bantuan beberpa otot yang besar. Pelecypoda memiliki arti kata “kaki berbentuk kapak”. Habitatnya bermacam-macam dapat hidup pada air tawar, dasar laut, danau, kolam, ataupun pada sungai. Contohnya yaitu remis, tiram dan kijing. Pada bivalvia insangnya  berbentuk lembaran-lembaran yang disebut Lamellibrankhiata. Ukuran insangnya sangat besar dan sebagian besar spesises dianggap memiliki fungsi tambahan yaitu sebagai tempat pengumpul  makanan.
3.      Kelas Polyplacophora
Polyplacophora merupakan kelas dari hewan tak bertulang belakang. Contohnya adalah Chiton sp. Hewan ini memiliki struktur yang sesuai untuk melekat pada batu karang. Habitatnya pada pada pantai, dan pada laut yang memilki kedalaman sedang. Hewan ini memakan rumput laut dan mikroorganisme pada batu karang. Bentuk tubuhnya bulat, pipih dan simetris bilateral. Pada mata terdapat tentakel dan memilki lidah parut (radula).
4.      Kelas Schapopoda
Schapopoda adalah kelas terkecil dari moluska. Hewan ini hanya hidup di laut dan pantai yang berlumpur. Cangkangnya tajam berbentuk silinder, taring atau terompet yang kedua ujungnya terbuka. Warna yang sering ditemukan adala putih-coklat atau putih-hijau. Panjang tubuhnya sekitar 2mm-15cm. Schapopoda tidak memilki insang , jantung, serta pembuluh darah. Hewan ini memilki jenis kelamin yang terpisah, baik yang jantang maupun betina. Sperma dan sel telur langsung dilepaskan kedalam air dan apabila bertemu maka terjadilah fertilisasi. Schapopoda ini memiliki lebih dari 350 spesies dan habitatnya mulai dari laut dangkal sampai laut dalam sekitar 200 meter dari permukaan laut.
5.      Kelas Cephalopoda
Cephalopoda dalam bahasa yunani mengandung 2 kata yaitu kephale yang artinya kepala dan podos yang berarti kaki. Cephalopoda merupakan kelas dari phylum moluska yang memilki gerak di bagian kepala. Kelas ini merupakan kelas dengan evolusi tertinggi di antara kelas lain di moluska. Tubuh simetri bilateral dengan kaki yang terbagi menjadi lengan-lengan yang dilengkapi alat penghisap dan system saraf yang berkembang baik berpusat di kepala. Kelompok ini memiliki badan lunak dan tidak memiliki cangkang tebal seperti kelas lainnya (Romimohtarto, 2007).
BAB III
Metode Penelitan

3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2017 pada pukul 09.00 -15.00 diawali dengan tahap pengambilan sampel moluska di pantai Balekambang Kecamatan Bantur kabupaten Malang.

3.2 Bahan dan Alat
Pengambilan sampel menggunakan metode transek. pada penelitian ini adalah spesimen  moluska untuk diidentifikasi dan air laut untuk analisis kualitas air. Bahan untuk mengawetkan moluska digunakan formalin dan menggunakan alkohol 90%. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kerangka kuadrat/plot ukuran 1m x 1m, serok, label, ember, kantong plastik.
3.3 Penentuan Stasiun
Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan berdasarkan hasil survei lapangan. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 3 stasiun yaitu . Stasiun 1 merupakan lokasi pantai berpasir. Stasiun 2 merupakan lokasi pantai berkarang. Stasiun 3 merupakan daerah muara.

3.3 Pengambilan Sampel Moluska
Pengambilan sampel moluska dilakukan secara acak pada 3 stasiun dengan metode kuadrat (Krebs, 1980). Pada setiap stasiun dilakukan 10 kali penentuan kuatdrat sehingga pada masing-masing stasiun terdapat 10 titik pengambilan sampel. Semua moluska khususnya Bivalvia dan Gastropoda yang terdapat di dalam kuadrat diambil, kemudian diawetkan dalam alkohol 90%, khusus kelas Cephalopoda tidak masuk dalam penelitian ini dikarenakan kelas tersebut tidak sesuai dengan pengambilan sampel yang digunakan.



3.4 Analisis Data
1.      Indeks Nilai Penting (INP)
Jumlah dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi relatif (FR) dinyatakan sebagai Indeks Nilai Penting (INP).
 x 100 %
 x 100 %
INP = Kerapatn Relatif + Frekuensi Relatif



2.      Kepadatan Moluska
Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas area. Rumus untuk menghitung kepadatan individu adalah sebagai berikut :
Keterangan:
D   = kepadatan moluska (ind./m²)
Ni  = jumlah individu spesies moluska
A   = luas total (m²)

3.      Keanekaragaman
Keanekaragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis, indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per individu per spesies, indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan indeks Shannon-Wiener (Magurran 1987) dengan persamaan:
 

Keterangan:
H’   = indeks keanekaragaman
Pi    = ni/ N
ni    = jumlah individu spesies ke-i
N    = jumlah individu total


Kriteria hasil keanekaragaman (H’) berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs 1989) adalah:
H’ ≤ 3,32              : keanekaragaman rendah
3,32
H’ ≥ 9,97              : keanekaragaman tinggi

4.      Keseragaman
Perbandingan keanekaragaman dengan keanekaragaman maksimum dinyatakan sebagai keseragaman komunitas. Indeks keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks keresagaman (Magurran 1987), yaitu:
Keterangan:
E               : indeks keseragaman
H’             : indeks keanekaragaman
       : In S
S               : jumlah spesies

5.      Dominasi
Dominasi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan indeks dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:
Keterangan:
C   = indeks dominasi
Pi  = ni/N

6.      Pengelompokan Habitat
Indeks similaritas Sorensen (Cox 20 digunakan untuk membandingkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kesamaan antar spesies. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
Is  = indeks similaritas Sorensen
A  = jumlah jenis pada stasiun A
B   = jumlah jenis pada stasiun B
W  = jumlah jenis yang sama pada kedua stasiu




















DAFTAR PUSTAKA

Alerts G, Santika ss. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Arbi, U, Y. 2011. Struktur Komunitas Moluska Di Padang Lamun Perairan Pulau Talise. Sulawesi Utara: Jurnal Oseanolgidan Limnologi di Indonesia, 37 (1).
Arnold, P.W. and R.A. Birtles, 1989. Soft sediment marine invertebrates of Southeast Asia and Australia: A Gride to identification. Australian Institute of Marine Science. Townsville.272 pp.
Arsana, I, N. 2010. Struktur Populasi Kepiting Uca triangularis di Pantai Serangan Bali. Jurnal Widya Biologi. 1(1):18-25.
Barnes RD. 1987. Invertebrata Zoology 5thn Ed. W. B. Sauders Company. Philadelpia. Proc. Malae. Soc. London 41: 589-600.
Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratoty Method for General Ecology. 151-169. Wm. C Brown Publishing Dubuque. Lowa.
Brusca RC, Brusca GJ. 1990. Invertebrates. Sinaeur Ass, Inc. Publ. Sunderland, Massachusetts.
Cappenberg HAW, Panggabean MG. 2005. Moluska di perairan gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. J Olidi 7:69-80.
Cappenberg, H. A. W., A. Aznam dan I. Aswandy. 2006. Komunitas Moluska Di Perairan Teluk Gilimanuk, Bali Barat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, No 40: 53-64.
Cox GW. 2002. General Ecology Laboratory Manual 8th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies.
Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I. Jakarta: Sarana Graha.
Dharma B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia II. Jakarta: Sarana Graha.
Dharma B. 2005. Recent and Fossil Indonesia Shell. Jakarta: PT Ikrar Mandiri abadi.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia Indonesian Shell. Jakarta: PT. Sarana Graha.
Dharma, B.1992. Siput dan Kerang Indonesia Indonesian Shell II. Jakarta: PT. Sarana Graha.
Dittman S. 1990. Mussel Beds-Amensalism or Amelioration For Interdal Fauna. Helgolander Meeresunters 44: 335-352.
Duhuri, R. 2006. Kumpulan Koleksi Bivalvia. Jakarta: Pusat Penelitian Kelautan.
 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : KANISIUS.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australia: ASEAN-Australia Marine Project.
Heath AG. 1987. Water Polution and Fish Physiology. Florida: CRC Press.
Heddy S, M Kurniati. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hibberd, ty and Kirrily Moore. 2009. Field Identification Guide to Heard Island. Australia: Australian Antartic Division.
Jasin, M. 1984. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.
Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/1/1998, http://www.iipsonline.com/KEP_MLH_02_1988_IND.html. (19 Sep 2008).
Kimball, J.W. 1999. Biologi Jilid III Edisi V. Jakarta: Erlangga.
Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology. London: Harper and Row publishers.
Laudien J, Brey T, dan WE Amtz, 200. Population structure, growth and production of the surf clam Donax serra (Bivalvia, Donacidae) on two Namibian Sandy Beach. Estuarine, Coastal and Shelf Science 58: 105-115.
Maguran AE. 1987. Ecologycal Diversity and Its Measurenent. New Jersey: Princeton University Press.
Marshall, A. J. 1972. Textbooks of Zoology Invertebrata. London: The Macmillan Press LTD.
Martinez, A. S., L.F. Mendes, T. S. Leite. 2012. Spatial Distrinution Of Epibenthic Molluscs on a Sandstone Reef in the Northeast of Brazil. Braz, Journal Biology,72(2):287-298.
Mclachlan, A. And A.C. Brown. 2006. The Ecology of Sandy Shore. USA: Elsevier Inc.
Mudjiono. 2002. Komunitas Moluska (Keong dan Kerang) di Rataan Terumbu Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Perairan Sulawesi dan Sekitarnya, biologi, lingkungan dan oseanografi: 75-82.
Mudjiono. 2009. Telaah Komunitas Moluska d Rataan Terumbu Perairan Kepulauan Natula Besar, Kabupaten Natula. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 35(2):151-166.
Natan, Y. Dan P. A. Uneputty. 2010. Stuktur Komunitas dan Sebaran Spasial Moluska Pada Ekosistem Mangrove Passo, Teluk Ambon Bagian Dalam. Jurnal Ichthyos, 9(2):69-75.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M et al., penerjemah; Jakarta: PT Gramedia. Terjemahan dari Marine Biology: An Ecologycal Approach.
Pechenik JA. 2000. Biology of The Invertebrates. 4th Ed. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Pratiwi, Sri Maryati, Srikini, Suharno, Bambang S. 2007. Biologi SMA Jilid 1 untuk Kelas X Berdasarkan Standar isi 2006. Jakarta: Erlangga.
Romimohtarto, K. 2007. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.
Setyobudiandi I, Bengen DG, Damar A. 1996. Keanekaragaman dan distribusi makrozoobentos di perairan teluk Cilegon. J ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia IV(2):49-64.
Setyobudiandi, I., F. Yulianda., U. Juariah., S. L. Abukena., N.M Amiluddin dan Bahtiar. 2010. Gastropoda Dan Bivalvia. Stp Hatta-Sjahrir Banda Naira.
Setyono, D. E. D.2006. Karakteristik Biologi dan Produk Kekerangan Laut. Jurnal Oseana, 31(1):1 1-7.
Sugiri, N. 1989. Zoologi Avertebrata II: Bogor. IPB.
Taringan, M. S. dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspensi Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Makara Sains, 7(9): 109-119.
Taylor JD. 1971. Reef associated mollusan assemblage in the western Indian Ocean. Symposium of Zoological Society of London 28: 510-534.
Turra, A. and M.R. Denadai. 2006. Microhabitat Use By Two Rocky Shore GastropodsIn An Intertidal Sandy Substrate With Rocy Fragments. Brazil. Journal Biology, 351-355.
Verlecar, X. N., N. Pereira, S.R. Desai, K. B. Jena, and Snigdha. 2006. Marine Pollution Detection Through Biomarkers In Marine Bivalves. Current Science, 91(9): 1153-1157p.

Wouthuyzen S, Sapulete D. 1994. Keadaan wilayah pesisir di Teluk Kotania, Seram Barat pada masa lalu dan sekarang: suatu tinjauan. J Perairan Maluku dan sekitarnya 7: 1-18.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »